- Warga di Halmahera dan Ternate, Maluku Utara, heboh karena banyak biota laut dari ikan, sampai gurita mati, beserta air laut berwarna coklat kemerahan.
- Warga pun was-was dan khawatir. Ada yang menduga gunung api bawah laut, ada yang bilang cemaran tambang sampai air banjir dari daratan. Berbagai macam dugaan, yang jelas warga takut makan ikan bahkan sebagian enggan melaut.
- Dinas Lingkungan Maluku Utara dan Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Utara, sudah ambil sampel air dan ikan untuk uji laboratorium.
- Dinas Kelautan dan Perikanan bersama Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate mengkaji masalah ini. Dugaan sementara, kejadian ini berhubungan dengan peristiwa berupa ledakan populasi alga (blooming algae) coklat. Apa pemicu ledakan populasi alga ini?
Minggu pagi (23/2/20), Fahril Husain, nelayan Desa Samo Kecamatan Gane Barat Utara, Halmahera Selatan, Maluku Utara, melihat ikan silver (biasa disebut ikan pisau) banyak mati di tepi pantai. Ikan ini juga dikenal sebagai mangsa lumba-lumba. Air laut pun tak bening seperti biasa.
Fahril tetap saja melaut menangkap ikan. Pria 37 tahun ini pasang rumpon sekitar delapan mil dari kampung.
Fahril dan warga mengira, air laut berwarna gelap merah tua seperti teh itu karena banjir ternyata bukan. Sudah hampir sebulan daerah ini belum turun hujan. Seisi kampung heboh.
Sebagian besar warga turun ke pantai menyaksikan kejadian tak biasa itu. Bahkan sebagian nelayan mengurungkan niat melaut.
Fahril meski sudah melihat ada ikan mati dan air laut tidak bening, tak menaruh curiga. Dia menjalankan perahu ketinting menuju rumpon. Dalam perjalanan, katanya, melihat banyak koloni air berwarna coklat kemerahan menghiasi laut Gane Utara.
Sampai di rumpon juga tidak dia temukan ikan. Air laut juga berubah warna. “Sampai di rumpon juga tak ada ikan,” katanya via telepon genggam.
Fahril putar kemudi laut desa tetangga dan menemukan ada air berwarna coklat kemerahan itu. “Kejadian sudah beberapa hari. Bahkan Minggu (23 Februari) masih ada air laut tercemar itu sampai di pantai Desa Samo,” katanya.
Warga menunjuk ikan terapung mati dan air laut tak jernih lagi. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
Kehebohan air laut tercemar dan ikan mati beberapa hari ini juga menghantui warga Pulau Makean, Halmahera Selatan.
Beberapa desa yang berhadapan langsung dengan laut Halmahera, hingga Selasa (25/2/20) khawatir dengan kejadian ini. Warga geger karena air laut daerah itu pekat dan menyebabkan berbagai jenis ikan mati.
Warga Desa Matantengan dan Sangapati, Senin (24/2/20) pagi jadikan peristiwa ini sebagai tontonan. Meski begitu, warga sebenarnya takut karena ikan mati dan terdampar di pantai.
Muhammad Mustafa, Kepala Desa Sangapati Makean dihubungi via telepon genggam mengatakan, warga beberapa desa di Makeang melihat ikan mati dan air laut tercemar Senin (24/2/20) pagi hari.
Warga heboh ketika melihat ikan terdampar dan air laut coklat kemerahan. “Kami tidak tahu sumber pencemaran darimana. Warga berpikir, bahkan mencurigai, ada limbah tambang dibuang oleh perusahaan tambang menggunakan kapal ke tengah laut,” katanya.
Hanya saja kecurigaan itu juga sulit karena perusahaan tambang ada di Weda, Halmahera Tengah, dengan lokasi jauh dari sana.
Muhammad mengatakan, dari air tercemar terlihat tidak bersatu dengan air. Setelah sampai ke pantai, baru pecah dan menyebar. “Saya bayangkan seperti air di daun talas, ia membentuk bulatan sendiri tidak bercampur dengan air laut.” ,
Dari cerita beberapa nelayan Sangapati maupun Samsuma, Makeang Timur, mereka sudah melihat laut tercemar beberapa hari sebelum itu. Mereka tak mencurigai sampai ke pantai bahkan ikan juga mati.
Ada banyak jenis ikan karang maupun pelagis mati diduga terkena cemaran yang belum diketahui sumbernya itu.
Meski kini pantai Makeang sudah bersih tetapi warga masih khawatir. Mereka takut makan ikan. Khawatir berdampak buruk bagi kesehatan. Anak-anak juga takut mandi di laut.
Beragam jenis ikan laut mati. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
Dia meminta, pemerintah daerah segera mengambil langkah dan mencari penyebab air laut berubah warn dan ikan-ikan mati. “Dari Satpolairud Polda Malut juga sudah mengambil sampel air laut tetapi mereka datang itu air laut sudah jernih,” katanya.
Untuk itu, katanya, perlu ada langkah pemerintah memastikan masalah ini tak berlarut-larut.
Kejadian ini ternyata tidak hanya di wilayah laut Gane Barat Utara hingga Makeang juga di Ternate. Pada Selasa (25/2/20) sore, beberapa penyelam di Pantai Falajawa, Kota Ternate juga menemukan ikan dan biota laut lain mati. Warga Ternate, heboh.
Willy, penyelam mengatakan, kondisi air bawah laut berwarna coklat. Dia duga peristiwa di Pulau Makian terbawa arus ke Ternate hingga ikan dan biota lain seperti gurita juga mati.
mereka kemudian mengambil sampel air dan ikan yang mati untuk selanjutnya dilakukan uji lab. Tujuannya memastikan sumber pencemaran air laut ini dari mana.
Fahrudin Tukuboya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara kala dikofirmasi mengatakan, telah meminta Pemkab Halmahera Selatan mengambil sampel untuk pengujian dan memastikan sumber pencemar.
“Saya tunggu informasi dari kabupaten. Kita sudah minta mereka mengambil sampel. Kita belum bisa berspekulasi karena butuh uji lab guna memastikan ini,” katanya.
Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku Utara pun menyatakan sudah ambil sampel baik ikan maupun air laut yang tercemar.
Buyung Radjiloen, Kepala DKP Maluku Utara mengatakan, sampel akan diuji untuk tahu kepastian sumber pencemar.
“Petugas kita sudah turun ke Pulau Makeang untuk melakukan pengumpulan sampel. Nanti segera uji laboratorium untuk mengetahui hasil seperti apa,” katanya.
Berbagai jenis ikan mati di laut Halmahera dan Ternate. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
Dugaan sementara
Dia bilang, DKP telah berkoordinasi dengan Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate untuk mengkaji masalah ini. Dugaan sementara, kejadian ini berhubungan dengan peristiwa alam berupa ledakan populasi alga (blooming algae) coklat. Ledakan alga coklat itu terjadi karena eutrofikasi atau suatu proses suatu tumbuhan atau mikroorganisme bertumbuh cepat dibanding pertumbuhan normal. Pertumbuhan cepat ini, katanya, bisa karena banjir yang membawa nutrien dari darat. “Itu kalau ada banjir.”
Bisa juga, katanya, upwelling atau massa air dari dasar baik, hingga kondisi perairan lebih dingin dari biasanya (pembalikan massa air). Upwelling juga membawa sulfur dan phosfat, serta NH3 hingga kondisi oksigen perairan menurun.
Fenomena ini, katanya, diduga bikin kematian ikan mendadak. “Ini baru dugaan, kita masih harus pastikan lewat uji lab sampel ikan.”
Janib Ahmad, Dekan Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate menjelaskan, untuk memastikan semua dugaan itu, harus melalui uji laboratorium, terhadap sampel ikan dan air.
Untuk dugaan, katanya, bisa saja karena ada ledakan alga coklat. “Tapi perlu cross check lagi, apakah sekitar pulau Halmahera bagian selatan ada tambang atau perkebunan besar yang lahan terbuka hingga ketika banjir membawa nutrien atau sedimentasi ke laut?” katanya.
Nutrien ini, memicu pertumbuhan alga banyak dan cepat hingga terjadi ledakan pertumbuhan. Alga, katanya, membutuhkan oksigen banyak. Kalau organisme tidak mendapatkan oksigen akan mati. “Itulah memicu kematian organisme secara mendadak.”
Dugaan upwelling, katanya, karena terangkat massa air dari dasar laut yang membawa fosfat, sulfur amoniak serta senyawa kimia lain menyebabkan kondisi laut kritis.
Massa air terangkat itu, katanya, biasa karena goyangan gempa bumi. Dia sepakat dengan DKP, hasil pasti menunggu laboratorium.
Keterangan foto utama: Ikan-ikan yang mati seiring air laut berubah warna coklat kemerahan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
"ikan" - Google Berita
February 26, 2020 at 10:18PM
https://ift.tt/2VngKp9
Air Laut Berubah Warna, Ikan-ikan Mati di Halmahera dan Ternate, Ada Apa? - Mongabay.co.id
"ikan" - Google Berita
https://ift.tt/2Lm4jo8
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Air Laut Berubah Warna, Ikan-ikan Mati di Halmahera dan Ternate, Ada Apa? - Mongabay.co.id"
Post a Comment