Oleh: M Rizal Fadillah
~Pemerhati Politik~
Peristiwa “serangan” China ke laut kepulauan Natuna yang mengawal para nelayan mencuri ikan ternyata menguak kondisi tragis yang menimpa negara Indonesia. Ternyata kita mengimpor ikan dari negara lain dan terbesar dari China. Negara kepulauan dengan laut Zona Ekonomi Ekslusif seluas 2,5 juta Km2 laut ternyata mengimpor ikan. Ikan yang begitu banyak di area tersebut masih dinilai tak cukup?
Impor ikan ini katanya untuk kebutuhan mendesak industri ikan olahan. Nelayan Indonesia tak mampu memenuhi itu. Padahal potensi sumber daya alam perikanan Indonesia cukup besar. Potensi kekayaan sebesar 12,54 juta ton per tahun itu tak termanfaatkan dengan baik. Di Natuna saja 1 juta ton per tahun.
Ironi jika Indonesia menjadi negara pengimpor ikan. Melengkapi kesedihan kita menjadi pengimpor garam. Tidak tanggung tanggung quota tahun 2020 ini 2,92 juta ton garam industri dari kebutuhan 4,1 juta ton. KPPU mengkritik besaran quota impor tersebut ternyata karena temuannya di pasar pada tahun 2019 banyak garam yang tercecer.
Masih ingat juga kita yang tercecer dari beras impor. 20 ribu ton beras bulog busuk dan harus dibuang. Impor beras kita sebesar 1,174 juta ton per tahun. Negara agraris produsen beras terbesar ketiga setelah Cina dan India, yang konon surplus ternyata juga masih impor beras. Di Pemerintahan Jokowi ini impor sangat besar.
Indonesia negara “importir” yang luar biasa. Rezim belum mampu mengolah potensi alam dengan baik dan benar. Sayangnya pada bisnis impor ini menjadi juga lahan basah korupsi. Impor bawang putih saja telah menyeret anggota Komisi VI DPR RI Dharmatra sebagai tersangka. 16 tempat di Bogor dan Bandung telah digeladah. Impor sapi menyeret politisi Luthfi ke penjara. Korupsi di impor migas lebih merajalela. Petinggi Pertamina jadi tersangka, “mafia migas” sulit diberantas dan jadi budaya.
Ketika ikan saja impor, maka wajah kita coreng moreng. Gula, jagung, kedelai, hingga cabai pun impor. Baja dan besi sudah pasti. Memantaskan diri dengan tenaga kerja impor bahkan rektor pun hendak di impor. Rekan berseloroh sebaiknya menteri atau Presiden juga impor saja siapa tahu jauh lebih baik. Ah mengada ada saja.
Tapi memang negeri ini banyak mengada ada. Seperti negara boneka. Yang semestinya ada tiada, yang seharusnya tiada malah ada. Akhirnya ada seperti tiada. Wujuduhu ka ‘adamihi, kata ulama. (*)
Bandung, 8 Februari 2020
"ikan" - Google Berita
February 08, 2020 at 11:28AM
https://ift.tt/2S9kvNe
Duh, Ikan Aja Impor - Kronologi.id - kronologi.id
"ikan" - Google Berita
https://ift.tt/2Lm4jo8
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Duh, Ikan Aja Impor - Kronologi.id - kronologi.id"
Post a Comment